KUDA LUMPING
KUDA LUMPING (JARANAN)
Kuda lumping atau dalam bahasa jawa disebut jaranan, kesenian ini berasal dari tanah jawa yang tepatnya di kota kediri juga. Jaranan ini juga masih dalam satu kesenian dengan barongan jawa seperti yang sebelumnya saya posting di artikel tadi.
Disini peran jaranan adalah menceritakan tentang sosok prajurit penunggang kuda yang mengiring prabu klono sewandono atau yang di sebut sebagai pujonggo anom (pujangganong). Pasukan berkuda ini dalam bahasa jawa disebut sebagai tamtomo turonggo, yang artinya prajurit kuda. Mereka berangkat mengiringi prabu klono sewandono menuju ke kerajaan kediri untuk melamar dewi songgo langit.
Banyak fersi lain juga yang menceritakan tentang hal ini, namun arah tujuan cerita juga tetap sama.
Itu tadi sedikit cerita yang saya ketahui dari sumber-sumber yang ada.
Untuk fersi kesenian ini, di ranah jawa khususnya, kesenian ini sangat mudah di temui, dan sekarang sudah menyebar ke berbagai pelosok nusantara bahkan sampai juga ke negara-negara yang dimana orang jawa merantau ke negara tersebut.
Kesenian jaranan ini sangat kental dan juga penuh dengan aura mistis. Seperti kerasukan (ndadi), atraksi, debus, dan hal-hal lain yang sangat menegangkan para penontonya.
Contoh kecil dari atraksi-atraksi dalam seni ini yaitu, pemain/pemeran bisa tak sadarkan diri dan melakukan hal yang tidak biasa di lakukan manusia pada lzimnya.
Seperti makan pecahan kaca, makan hewa dalam keadaan mentah/hidup, makan bara api dll.
Untuk atraksi debus biasanya mereka melakukan tusuk jarum yaitu menusuk bagian tubuh mereka dengan jarum atau dengan jeruji roda yang sudah di desain tajam seperti jarum. Menggorok leher, memegang petasa, merubah baju menjadi pocong dan banyak lagi.
Pada saat momentum si penari ini kerasukan atau ndadi, penonton di larang untuk berswit (membunyikan nada nyaring dengan bantuan tangan dan mulut). Hal ini dapat memancing emosi si penari tersebut dan bahakan bisa mengejar dan mengamuk penonton yang melakukan hal itu.
Menurut para pelaku yang pernah saya tanya, hal seperti itu bisa terjadi lantaran yang merasuki tubuh mereka tidak terima atau merasa di hina dan di tantang. Tapi apapun itu sebaiknya kita juga menghargai mereka.
Demikian sedikit ulasan yang bisa saya bagikan melalui blog saya, semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
Jika ada kesalahan dalam penulisan atau tutur bahasa mohon untuk di maafkan.
Salam budaya indonesia, rahayu seni budaya jawa.
Ananto widodo
02 juni 2018
Komentar
Posting Komentar